Jumat, 31 Agustus 2018

KEMERDEKAAN HAKIKI

 Oleh : Ustadz Abdullah Zaen,MA

KHUTBAH PERTAMA:

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ".
"يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً".

"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً".
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam.

Jama'ah Jum'at yang semoga dimuliakan Allah...
Hari ini Jum’at 5 Dzulhijjah 1439 H adalah hari yang sangat istimewa dan bersejarah bagi Bangsa Indonesia.
Menilik peristiwa sejarah Indonesia 75 tahun yang lalu dalam kalender hijriyah, kita dapatkan pada hari Jum’at 9 Ramadhan 1364 H Ir Soekarno membacakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Tentu ini adalah anugerah yang besar dari Allah ta’ala. Proklamasi kemerdekaan di hari yang paling mulia dan di bulan yang paling mulia.

Kemerdekaan adalah cita-cita setiap warga negara di manapun berada. Sebagai seorang hamba Allah, kemerdekaan bukanlah semata terbebas dari penjajahan bangsa lain.
Akan tetapi yang jauh lebih utama dari itu adalah manakala seorang hamba bisa terbebas dari segala hal yang menghalanginya dari beribadah pada Allah ta’ala. Terbebas dari segala sesuatu yang menjauhkannya dari surga-Nya.

Karena maksud dan tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman,

"وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ"

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. QS. Adz-Dzariyat 56.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Tentu setiap kita ingin  menjadi manusia yang merdeka dengan seutuhnya. Hidup tanpa ketergantungan terhadap sesuatu. Hidup aman dan bebas dari penjajahan.

Setiap orang berani membeli dengan harga mahal kemerdekaan yang hakiki itu. Karena jika tidak merdeka berarti: setiap saat siap disiksa,  dilucuti, dibentak-bentak, diusir, dihina, diserobot, didiskriminasi, atau bahkan dibunuh.

Tetapi realitanya banyak orang belum mengetahui apa itu kemerdekaan hakiki yang dicari. Mereka belum bisa membedakan antara kemerdekaan hakiki dan keterpurukan.
Ketika kita tidak mengetahui  apa itu kemerdekaan hakiki, tentu kita akan terperosok ke dalam kemerdekaan semu. Sehingga acuh tak acuh dan tidak berusaha meraih kemerdekaan hakiki. Atau bahkan mengganti kemerdekaan hakiki yang ia telah dapatkan dengan keterpurukan dan kehinaan.

Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Merdeka dalam Islam dimaknai sikap ketundukan dan kepatuhan. Merdeka adalah penghambaan mutlak kepada dzat yang berhak disembah, yakni Allah ta’ala. Merdeka adalah terbebas dari segala belenggu penjajahan sesama manusia, dan keluar dari keterpurukan hidup di dunia.

Ketika seorang Muslim terbebas dari penghambaan kepada selain Allah  dan  tunduk serta patuh kepada aturan dan hukum Allah, di sanalah muncul kemerdekaan sejati dan hakiki.

Kemerdekaan inilah tujuan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga tujuan dakwah para sahabat  dan kaum mukminin yang mengikuti jalan beliau.

Ketika peristiwa pertempuran Qadisiyah terjadi, Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu memerintahkan Rib’iy bin Amir  untuk menghadap Rustum, panglima perang Persia. Rustum bertanya kepada Rib’iy tentang tujuan kedatangan pasukan Islam ke wilayahnya. Dengan lantang Rib’iy menjawab dengan
kalimat yang dicatat dengan tinta emas oleh sejarah.

Beliau berkata, sebagaimana dinukil dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah,

" اللَّهُ ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ "

“Allah kirim kami untuk memerdekakan siapapun yang dikehendaki-Nya dari  penghambaan terhadap sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah. Untuk memerdekakan mereka dari dunia yang sempit menuju dunia yang luas. Serta memerdekakan mereka dari kesewenang-wenangan agama lain menuju keadilan Islam”.

Jamaah Jum’at yang diberkahi Allah…

Lihatlah bagaimana seorang sahabat yang mulia Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu yang memahami makna kemerdekaan hakiki. Ketika itu beliau menjadi hamba sahaya Abu Jahal. Walaupun jasadnya disiksa dengan siksaan yang amat pedih, beliau  tetap mempertahankan keimanannya. Sebab beliau memiliki jiwa yang merdeka. Jiwa yang bertauhid dan tunduk hanya kepada Allah. Dengan itulah beliau menjadi hamba yang merdeka yang seutuhnya.

Nabi Muhammad  dan risalah yang beliau emban, membawa manusia kepada kemerdekaan yang paling hakiki. Kemerdekaan dari kegelapan menuju kepada hidayah Allah. Dari kebodohan menuju kepada ilmu pengetahuan. Dari kezaliman menuju kepada keadilan.

Kemerdekaan yang menjadi gerbang besar menuju kemenangan di dunia dan akhirat. Sebuah gerakan kemerdekaan yang dalam waktu singkat mengilhami seluruh penjuru bumi. Bahkan menginspirasi Eropa untuk beranjak dari masa kegelapan kepada masa kemajuan. Dengan kekuatan ini pula dua imperium besar, Persia dan Romawi, ditundukkan di awal sejarah Islam.

Kemerdekaan tersebut adalah tauhid.
Sehingga, bilamana tauhid itu dicampakkan, keterpurukan dan kehinaanlah yang akan dialami oleh umat dan bangsa.

أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

KHUTBAH KEDUA:
الْحَمْدُ للهِ "غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّ
ا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ"، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ لاَ نِدَّ لَهُ سُبْحَانَهُ وَلاَ شَبِيْهَ وَلاَ مَثِيْلَ وَلاَ نَظِيْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلِّ تَابِعٍ مُسْتَنِيْرٍ.

Sidang Jum’at yang kami hormati…
Satu contoh nyata yang Allah  kisahkan di dalam al-Qur’an dan harus kita jadikan pelajaran, yaitu kisah Nabi Musa  dengan Bani Israil. Yaitu ketika Nabi Musa  sukses memerdekakan kaumnya Bani Israil dari penjajahan dan penyembahan kepada Fir’aun yang mengaku Tuhan. Bani Israil akhirnya menghirup udara kemerdekaan hakiki, setelah sekian lama menjalani kerja paksa, diperlakukan diskriminatif dan dipaksa menyembah Fir’aun.

Dalam al-Qur’an, kisah Nabi Musa ‘alaihissalam dengan Bani Israil ini diabadikan, sebagaimana dalam firman Allah ta’ala,

"وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (20) يَاقَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21)"

Artinya: “(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah kepada kalian. Ketika Dia mengangkat para nabi dari kalian dan menjadikan kalian sebagai orang-orang merdeka. Dia juga memberikan kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun dari umat-umat yang lain”. Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah untuk kalian. Janganlah kalian berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kalian menjadi orang-orang yang merugi”. QS. Al-Maidah [5]: 20-21.

Sayangnya, kemerdekaan yang Bani Israil rasakan, tak mau mereka syukuri. Pembangkangan demi pembangkangan mereka lakukan terhadap Nabi Musa ‘alaihissalam. Ajaran terhadap tauhid, mereka khianati dengan menyembah patung anak sapi. Khianat adalah sikap yang kemudian membuat kemerdekaan yang mereka dapatkan menjadi sia-sia belaka.
Mereka mengganti kemerdekaan yang hakiki  dengan kesesatan dan keterpurukan lantaran kesombongan dan pembangkangan mereka. Karena itulah mereka dilaknat dan dimurkai Allah  di dunia dan akhirat.

Inilah akibat yang menimpa, jika tidak mentauhidkan Allah.
Pertanyaannya, sudahkah kita berusaha meraih kemerdekaan hakiki yang dicari? Jika jawabannya belum, maka usaha apakah yang sudah kita lakukan untuk meraihnya?
Jika jawabannya sudah, syukuri dan jagalah nikmat terbesar ini. Lalu ajaklah manusia untuk meraih kemerdekaan hakiki ini.

هذا؛ وصلوا وسلموا –رحمكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: "إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً".
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
اللهم نج إخواننا المؤمنين المستضعفين في بورما، وسوريا، وفلسطين، وفي كل مكان
اللهم اشدد وطأتك على كفار بورما الظالمين، وعلى جيوش بشار المجرمين ومن حالفهم من الروس والصين وإيران واليهود الظالمين، يا عزيز يا جبار
اللهم اجعلها عليهم سنين كسني يوسف
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة...

✍ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 5 Dzulqa’dah  1439 H / 17 Agustus 2018

Khutbah Jum'at di Masjid Manarul Ilmi Purbalingga, 5 Dzulqa’dah  1439 H / 17 Agustus 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar